Sabtu, 12 November 2011

KEMATIAN

Malam itu kususuri jalanan di bilangan Kebayoran Baru.  Setelah sekali kuputari jalan yang sama, akhirnya kutemukan bendera kuning dari kertas bening diletakkan di sebuah perempatan ... terus kususuri jalanan itu dan kutemukan bendera kuning yang sama.  Sampailah aku di sebuah rumah besar berlantai dua dengan arsitektur modern yang asri.  Rumah itu sungguh besar, dan berada di bilangan Kebayoran Baru sudah menunjukkan siapa pemiliknya.

Sudah banyak mobil di parkir di sepanjang jalan di depan rumah itu.

Kumasuki rumah itu dengan perlahan.  Sebelum masuk, kuletakkan sepatu kumalku di tempat yang mudah kuingat, diantara puluhan pasang sandal dan sepatu yang ada.  Memasuki pintu rumah yang besar ini terasa berat dengan kedukaan dan kepedihan.  Di dalam ruang tamu yang luas, kurasakan derita menggantung di setiap pojok ruangan utama yang mewah itu.

Perhatianku tertuju pada sebentuk tubuh terbujur kaku di tengah ruangan berselimutkan kain hijau.  Hampir separuh perempuan yang berada di ruang itu berkerudung, namun dapat kupastikan bahwa hampir semua orang di ruang itu menampakkan kesedihan di raut muka mereka.

Tubuh itu memang sudah kaku, seorang teman yang meninggal pagi tadi.  Begitu mendadak kepergiannya bahkan sehari sebelumnya aku sempat bertemu dan bersalaman dengannya.  Saat itu yang agak menonjol adalah wajahnya yang nampak putih bersih kalau tidak bisa dibilang pucat.  Kesan itu aku simpan dalam pikiran saja.

Kusalami istri almarhum, yang langsung memelukku dalam duka.  Sebuah gerak yamg seolah melambangkan perlunya perlindungan karena hilangnya belahan jiwanya yang membuatnya limbung.  Pikiranku melayang kepada anak2nya yang masih kecil2, karena usia almarhum memang masih muda, dan seolah ikut merasakan beratnya peran sebagai single parent.  Pikiran itu menambah rasa duka yang berada dalam hatiku.

Rumah itu memang mewah, namun malam itu segalanya menjadi abu-abu, menggantung dalam perihnya hati setiap orang yang berada di dalamnya.  Kemewahan menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan kematian, sebuah kekuatan alam yang maha dahsyat, yang membuat hampir semua manusia takut mengalaminya.  Keangkuhan struktur beton rumah itu seolah menjadi lembek disapu gelombang kedukaan manusia-manusia yang berada di dalamnya.  Pernak-pernik indah dari berbagai hiasan menjadi kusam tidak ada yang memperhatikan.  Ikan2 dalam akuarium besar itupun seolah ikut malas bergerak lincah.  Kehangatan ruangan seolah berubah menjadi dingin, sedingin tubuh kaku yang terbujur di tengah ruangan.

Banyak sudah kusaksikan kematian orang2 yang pernah dicintai oleh orang2 kenalanku, juga kematian orang2 yang pernah kucintai.  Kematian selalu memberikan momen dimana kita kembali kepada kemanusiaan kita, kepada kesadaran bahwa ada siklus semesta yang harus dilewati, dialami.  Kematian membawa sebuah kesadaran tentang arti kehidupan, sebuah kesadaran bahwa kehidupan adalah sebuah anugerah yang harus disyukuri dan dihargai, adalah sebuah kesempatan sangat berharga sehingga perlu diberi arti dan nilai yang lebih luas dan dalam.  Kematian menyadarkan arti tubuh kita yang selama hidup dipelihara dan dipuja, yang kemudian akan menjadi hancur tidak berguna.

Kembali malam itu aku belajar banyak dari kematian.  Kutinggalkan rumah mewah itu dengan duka yang masih menggantung erat dihatiku, rasa empati yang masih menggelayut dalam pikiranku.


Duka seorang sahabat
13 November 2011

Tidak ada komentar: