Minggu, 08 Agustus 2010

Tuhan tidak beragama

Diskusiku tentang agama dan Tuhan senantiasa menjadikan orang yang kuajak diskusi seolah merasa dirinya adalah orang yang paling saleh beragama, dan seolah merasa dirinya paling dekat dengan Tuhan. Siapapun orang itu, entah itu sopir taksi, teman kantor, teman chatting di dunia maya, kolega, ataupun saudara sendiri. Ada sebentuk usaha yang ditunjukkan dia adalah penyembah Tuhan yang beriman teguh kepada agamanya. Tidak akan ada yang mampu menggoyangnya ..

" .. Tapi Tuhan kan tidak beragama? " begitu selalu aku sampaikan pernyataan setengah bertanya, untuk melihat reaksinya. Berbagai reaksi pernah aku amati selama ini.

" .. hahaha .. betul mas. Jadi kenapa kita ribut tentang agama ya? hahaha .."
" .. wah .. yang itu saya belum nyampe ilmunya pak .. " kata seseorang, setelah terdiam beberapa saat, dan yang sebelumnya berapi-api menjelaskan ayat2 dari kitabnya untuk menunjukkan penguasaannya tentang alkitab ..
" .. ah, bapak bisa aja .. kalau menurut agama kami Tuhan itu beragama .. " katanya sedikit ngotot untuk memperkuat bahwa agamanya adalah yang disenangi Tuhan,
" .. iya ya pak, hal itu gak pernah terpikir oleh saya .. kayanya selama ini Tuhan itu seagama dengan saya .." sebuah pengakuan yang jujur,
" .. iya mas, tapi kan Tuhan menciptakan agama agar manusia bisa mengenalnya dan kemudian menyembahnya .."

Pernyataan sederhana bahwa Tuhan tidak beragama, ternyata memancing berbagai reaksi yang bermacam-macam dan sering keluar dari ketidak-terdugaan. Biasanya dengan sedikit kaget. Meski dalam membuat pernyataan itu, aku sendiri juga hanya mendasarkan pada pemahamanku tentang Tuhan dari berbagai sumber, termasuk tingkat pemahaman yang pribadi dan tidak perlu disepakati oleh siapapun.

Dari pengalaman berbagai diskusi itu, aku dapat merasa bahwa manusia sering sibuk dengan pikirannya sendiri. Sibuk dengan konsep-konsep yang dikembangkannya sendiri. Sibuk dengan gambaran-gambaran imaji yang diciptakannya sendiri. Manusia tidak lagi memberi ruang terhadap kemungkinan lain yang tidak diketahuinya. Seluruh ruang dalam benaknya dipenuhi dengan keyakinan yang kemudian dianggap sebagai realitas dan kebenaran, yang menjadi melekat erat. Pemahaman baru lalu tidak mendapatkan pintu untuk masuk dan memberi warna berlainan dalam benak yang penuh itu.

Tidak ada keterbukaan. Tidak ada pembaruan. Pikiran menjadi beku dan terkungkung oleh kebenaran dogmatis. Tidak ada ruang untuk menerima pandangan berbeda. Tidak ada perbedaan, harus sama dengan apa yang dipikirkannya. Barangkali inilah awal dari ketegangan terutama dalam beragama. Kepicikan, kata temanku.

Aku tidak pernah berharap bahwa pertanyaanku tentang agama Tuhan mampu mengubah konsep kebenaran yang digenggam oleh orang-orang beragama. Itu bukanlah urusanku. Namun mudah-mudahan pertanyaan itu mampu sedikit menggoyang kenyamanan pikiran seseorang .. entah setelah itu ..

Mudah-mudahan mereka lalu sedikit demi sedikit mau memberi ruang untuk kesadaran yang lebih hakiki, dan mengurangi kesibukan2 pikiran agar kebenaran sejati dapat muncul memberikan cahayanya ..


minggu malam
hampir jam 11

Tidak ada komentar: