Kamis, 15 April 2010

Kemuliaan manusia yang tidak beradab

Kulihat di berita TV malam itu ..

Puluhan anggota satpol PP pontang-panting melarikan diri, dikejar 'massa'. Sosok tubuh itu tertelungkup dan tidak bergerak. Beberapa orang masih terus memukulinya menggunakan berbagai alat pemukul. Seseorang lari ke arahnya, meloncat di udara dan mendarat di badannya. Seorang yang lain mengambil potongan batu bata dan dengan sekuat tenaga dihempaskannya ke kepala yang sudah tertelungkup tak bergerak itu ...

TV-pun aku matikan segera. Aku menyesal menyaksikan kebiadaban yang telanjang itu.

Barusan aku makan malam bersama teman sekantorku di sebuah rumah makan gaya Aceh di dekat pasar Takengon. Usianya masih sangat muda, belum juga separuh dari usiaku, dia seorang agamis yang taat dan beriman. Akhir-akhir ini dia sering mengajak berdiskusi denganku tentang banyak hal. Beberapa kali dia mengatakan bahwa dia banyak belajar dari diskusi-diskusi ini.

Malam itu kami ramai berdiskusi, salah satunya, tentang manusia yang menurutnya makhluk yang sungguh mulia. Makhluk yang diciptakan oleh Allah sesuai citraNya, karena Allah menyayangi manusia lebih dibanding makhluk lain. Manusialah yang mempunyai akal budi yang tidak terdapat pada makhluk lain. Demikian pendapat yang diyakininya, yang menurutku memenuhi kriteria anthroposentris.

Sewaktu menulis ini, aku hanya ingin mencari benang merah yang mampu menyambung dua hal di atas: manusia yang membunuh sesamanya dengan wajah berseri-seri dan meneriakkan asma Allah, dengan manusia yang merupakan citra Allah yang menjadi sebuah identitas bahwa manusia adalah makhluk yang mulia.

Nafasku sesak dan batinku bergetar, karena benang merah itu tidak kutemukan.

Yang tergambar dengan jelas dipikiranku adalah manusia yang sudah terasing dari kemanusiaannya, manusia yang tidak lagi mengenali jati dirinya, dan manusia yang tidak mempunyai kepantasan apapun untuk disebut sebagai makhluk yang mulia. Binatangpun tidak pernah membunuh demi sebuah ide, sebuah konsep, kesenangan ataupun rasa kepuasan. Mereka membunuh karena terancam atau untuk makan, untuk hidup. Alasan yang hakiki.

Dan manusia ngotot merasa lebih mulia dibandingkan dengan binatang.

Kemirisan itu masih menggantung di pikiranku. Aku berniat akan melepaskannya secepat mungkin ..



hotel mahara, takengon
15042010

Tidak ada komentar: