Minggu, 18 April 2010

Rasa miskin dan ketakutan

Banyak stasiun TV akhir-akhir ini yang selalu menyuguhkan berita sekitar korupsi. Para koruptor ini mengumpulkan harta dan kekayaan untuk dirinya sambil merugikan orang lain. Mengapa mereka korupsi besar2an dengan mengumpulkan uang dan harta yang sebetulnya bukan menjadi haknya? Ada banyak pendapat tentang mengapa seseorang ingin mengumpulkan banyak harta.

Salah satunya adalah rasa miskin. Ada rasa miskin yang terus berada di pikirannya, sehingga pikiran ini memicu segala tindakan untuk mencoba menyembuhkan rasa miskin ini. Dipikirnya, dengan menumpuk harta, dia bisa mengisi ruang kosong bernama rasa miskin ini sehingga akan merasa lebih nyaman. Namun ruang ini ternyata seperti sumur tak berdasar, sehingga berapapun harta yang dimilikinya tidak akan mampu menimbun dan menyelesaikan rasa dan pikirannya. Bagaimana sebuah ilusi dalam pikiran bisa disembuhkan dengan harta dan angka dalam tabungan?

Ada lagi yang menimbun harta karena menganggap bahwa harta akan membawa kebahagiaan dalam hidupnya. Seseorang menganggap bahwa kebahagiaan perlu ditopang dengan faktor-faktor dari luar dirinya, seperti harta, pangkat, banyak teman, anggota keluarga, gelar dan lainnya. Orang tersebut akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan faktor2 penopang kebahagiaan yang didambakan ini. Pada akhirnya dia akan kecewa karena faktor2 tersebut tidak mampu mendatangkan kebahagiaan dalam batinnya. Apalagi bila faktor2 tersebut gugur satu demi satu karena perubahan alamiah, maka kebahagiaan yang ditopang olehnya dapat dengan mudah runtuh bersamanya.

Barangkali alasan terdalam dari seseorang menimbun harta adalah karena ketakutan yang ada jauh di lubuk hatinya. Sebuah ketakutan akan adanya perubahan. Beban rasa takut ini timbul ketika dalam hidupnya seseorang mengalami perubahan-perubahan. Meskipun perubahan ini alamiah sifatnya, namun dia tidak mau mengalaminya, karena perubahan bersifat tidak tentu, dan mutlak tidak dapat dihindari. Untuk tetap mengalami kehidupan seperti sekarang yang dirasa nyaman dan nikmat, seseorang lalu membangun "kekuatan" untuk mencoba menunda perubahan atau kalau bisa tidak berubah. Keinginan ini hanyalah ilusi. Semakin seseorang ingin menggenggam kehidupannya sekarang ini dan tidak mau berubah, semakin tambah penderitaan batinnya karena dia tidak mengalir bersama alam. Bagai air yang terkungkung dalam sebuah genangan yang tidak mengalir, lama-kelamaan air ini akan berlumut dan membusuk.

Sewaktu melihat orang-orang tua itu terkuak kelakuan busuknya dan masuk penjara satu demi satu, aku hanya bisa merasa prihatin dan bersimpati terhadap penderitaan yang ada dalam batin mereka, akibat dari kegelapan pikirannya.



menjelang tengah malam,
jakarta, 18april2010

Tidak ada komentar: