Senin, 06 September 2010

FITRAH

"Selamat Iedul Fitri, mohon maaf lahir dan batin .."

Kalimat itu merupakan standard ucapan di saat umat Islam memperingati hari selesai berpuasa, hari akhir bulan Ramadhan. Hari yang menurut mereka adalah hari kemenangan setelah sebulan penuh mengendalikan hawa nafsu. Hari itu umat Islam merasakan sebagai manusia baru, manusia yang mampu kembali ke fitrah, sebuah kondisi bersih bagai bayi yang baru lahir.

Seperti disampaikan oleh Abu Hurairah: " .. Rasulullah bersabda bahwa tidak ada anak yang lahir kecuali dalam Al-fitra dan kemudian orangtuanya menjadikan mereka Yahudi, Kristen atau Magian (Zoroatrian), seperti halnya binatang melahirkan binatang yang sempurna: kau lihatkah bayi binatang itu yang bagian badannya terpotong? " (Sahih al Bukhari, buku 23)

Fitrah adalah kondisi dimana kemanusiaan kita sempurna bagai bayi, tidak ada kedengkian, tidak ada ketakutan, kemarahan, ketamakan .. yang ada adalah kondisi seorang manusia yang utuh jasmani - rohani, murni, bahkan bayi-pun masih terhubung erat dengan dimensi spiritualitas mereka.

Hari raya iedul fitri memang tepat untuk merenungkan kembali kefitrian manusia. Hari yang diperlukan, paling tidak beberapa hari dalam setahun, untuk mengembalikan manusia kepada nilai-nilai kemanusiaannya. Nilai-nilai yang mengatakan bahwa semua manusia adalah sama, seperti kesamaan bayi-bayi yang baru lahir. Nilai-nilai yang membebaskan manusia dari sekat-sekat yang dibuatnya sendiri yang berasal dari: agama, kebangsaan, keturunan, ekonomi, politik, dan masih banyak lagi. Sekat-sekat yang ternyata telah membatasi gerak batin manusia dalam berkomunikasi dengan sesama, dengan alam semesta, bahkan dengan Tuhannya, sumber kehidupannya. Sekat-sekat yang ternyata telah mengasingkan manusia dari sisi kemanusiaannya.

Semoga hari Iedul Fitri 1431 H ini tidak hanya merupakan hari penyelesaian puasa, pembagian zakat karena kewajiban, mudik bertemu sanak keluarga; namun mudah-mudahan hari besar ini dapat mempunyai makna yang lebih dalam di kehidupan kita semua. Makna bahwa kita dapat kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar, kembali kepada kebebasan manusia dari sekat-sekat yang membelenggu dan mengurangi kebebasan gerak batin kita untuk saling menyapa, bersilaturahmi, bersatu.

Membuka pintu maaf bagi diri sendiri dan bagi orang lain tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Namun memaafkan diri sendiri dan orang lain adalah awal dari pendobrakan sekat-sekat yang membelenggu kemanusiaan kita sendiri, yang diperlukan untuk usaha kita kembali kepada nilai-nilai kesejatian kita sebagai manusia. Kembali kepada fitrah kita.

"Selamat Iedul Fitri 1431 H, semoga dibukakan pintu maaf lahir dan batin ..."



agus widianto
7 september 2010

Tidak ada komentar: