Rabu, 01 September 2010

Korupsi Manifestasi Ketakutan

Pemberitaan di media massa akhir-akhir ini seolah menemukan menu utama yang pasti laku disuguhkan: korupsi. Berbagai dimensi korupsi sudah banyak dibahas dan dilemparkan ke pikiran khalayak untuk dilahap, bahkan saking getolnya melempar masalah, terjadi manipulasi berita seperti sinyalemen seorang penulis beberapa waktu lalu (R. Kristiawan, Simulasi Kebohongan Televisi, KOMPAS 17 April 2010). Semuanya untuk memenuhi gairah pembaca dan pemirsa berita, sebuah euforia baru. Saya masih ingin menambahkan sebuah dimensi tentang korupsi, bahwa dia merupakan manifestasi rasa takut yang dalam (deep fear).

Dalam kehidupan, manusia selalu mengalami perubahan-perubahan yang sifatnya alamiah, baik perubahan dalam diri maupun perubahan di luar diri. Perubahan dalam tubuh misalnya berupa kematian milyaran sel tubuh dan digantikan dengan milyaran sel baru; ataupun perubahan fisiologi akibat terkungkung oleh gaya gravitasi; juga semakin menurunnya daya dukung tubuh yang diakhiri dengan kematian. Diri manusia merupakan sebuah aliran sungai yang terus menerus berubah dan berganti setiap saat, bukan merupakan patung yang kaku dan tetap tidak berubah.

Perubahan-perubahan juga terjadi di luar dirinya, misalnya perubahan cuaca (climate change); perubahan struktur tanah akibat deforestasi maupun kontaminasi racun kimiawi; perubahan kekuatan sebuah rumah; kesehatan - kehidupan - kematian sanak keluarga; runtuhnya jabatan; kecelakaan; dan sebagainya. Perubahan-perubahan di luar diri manusiapun merupakan aliran sungai yang senantiasa berganti setiap saat. Bumi dan isinya adalah organisme hidup yang terus menerus berubah, bukan benda mati. Dialah ibu yang hidup, berubah, melahirkan dan menerima kematian setiap makhluk yang hidup bersamanya, termasuk manusia. Semua perubahan ini merupakan pengalaman yang sangat alamiah dan kodrati.

Banyak manusia yang merasa bahwa hidupnya kini adalah sebuah kenikmatan, baik kenikmatan materi maupun yang disebut sebagai kenikmatan ‘rohani’. Kenikmatan-kenikmatan ini seringkali disalahartikan sebagai kebahagiaan. Misalnya, seseorang merasa bahagia (nikmat hidupnya) bila dia mempunyai banyak harta berupa rumah mewah, mobil mewah dan banyak, pembantu lebih dari lima, tabungan di bank melebihi 10 digit, tanah hak milik lebih luas dari lapangan Monas, dan sebagainya. Demikian juga seseorang merasa bahagia (nikmat hidupnya) bila dia mempunyai istri tercantik di Indonesia atau suami terganteng dan terkuat masa kini, dianugerahi anak-anak yang nampak lucu, mempunyai jumlah teman sebanyak di face book, berpangkat direktur utama atau profesor, selalu sehat wal-afiat, dan lainnya.

Semua gambaran tentang “kebahagiaan” ini menjadi dorongan bagi banyak orang untuk menjadi “sukses”, yang ukurannya adalah kriteria-kriteria seperti di atas. Nilai kesuksesan (kebahagiaan) hidup ini lalu menjadi nilai masyarakat (social values), yang di-amin-i oleh semua golongan masyarakat. Bahkan dalam doa juga seringkali disebut-sebut: “ .. Terimakasih ya Allah atas segala kenikmatan yang kau anugerahkan kepadaku ..” Orientasi hidup kemudian menjadi mempertahankan dan menambah kenikmatan.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup ini tidak bisa ditawar, dan tidak dapat diprediksi. Karena sifat-sifat perubahan demikian itulah, manusia menjadi takut menghadapinya. Ketakutan akan kehilangan kenikmatan hidupnya, atau ketakutan akan runtuhnya ‘kebahagiaan’ yang ditopang oleh banyak faktor dan ukuran-ukuran yang sudah menjadi kesepakatan dalam masyarakat, yang merupakan indikator ‘hidup yang sukses’.
Korupsi adalah mengambil dan menimbun banyak hal dengan paksa dan tanpa mengindahkan akibatnya buat sesama atau lingkungannya, untuk mempertahankan atau menambah kenikmatan hidupnya, sekaligus untuk mencoba menyembuhkan pikiran tentang ketakutan akan perubahan. Korupsi adalah manifestasi dari segala rasa takut itu.

Untuk tetap mengalami kehidupan seperti sekarang yang dirasa nyaman dan nikmat, seseorang lalu ingin membangun "kekuatan" untuk mencoba menunda perubahan, atau ingin kalau bisa hidup ini tidak berubah. Atau ingin ada jaminan bahwa kalau-pun ada perubahan, akibatnya tidak akan mengurangi kenikmatan dan menambah penderitaan. Keinginan ini hanyalah ilusi, kekuatan inipun hanya ilusi.

Lalu apa?

Paling tidak ada dua hal untuk mencoba mengurangi korupsi: tindakan represif dan preventif. Pertama, represif. Yang sudah terbukti korupsi dan merugikan banyak pihak, bahkan rakyat, harusnya dihukum berat. Hukuman ini harus dilakukan karena perlu untuk membangkitkan lagi rasa keadilan dan efek jera dalam masyarakat. Perdana Menteri Republik Rakyat China Zhu Rongji (1998 – 2003) berani menyiapkan 99 peti mati untuk koruptor dan 1 untuk dirinya sendiri kalau terbukti dia korupsi. Sebuah pernyataan politik yang luar biasa untuk menakar kesungguhan dalam pemberantasan korupsi di negerinya. Zhu berani menyentuh dan membongkar ketakutan yang paling dalam penyebab terjadinya korupsi, dan berhasil. “Belajarlah sampai ke negeri China”, perlu dilakukan dalam hal ini. Keberanian yang penuh kesungguhan dan komitmen menjadi dasar penting untuk mencanangkan sikap politik anti korupsi, bukan sikap berpura-pura dan tidak jelas arah.

Preventif, mulai melakukan perombakan nilai-nilai dalam masyarakat tentang kebahagiaan hidup. Hal ini terdengar sangat normatif, namun inilah dasar dari orientasi hidup manusia. Transformasi nilai ini perlu untuk merombak nilai-nilai yang terpatri dalam pikiran seseorang, akibat dari berbagai sendi ajaran hidup, baik itu gaya hidup pejabat, guru, orang tua dalam rumah tangga, kurikulum sekolah, maupun nilai-nilai dalam agama yang seringkali diterjemahkan secara amat sangat dangkal. Misalnya, orang harus mulai belajar (lagi) tentang berbagi dengan sesama tanpa dibatasi sekat-sekat komunal dan agama. Belajar (lagi) tentang kearifan hidup dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan. Belajar (lagi) tentang hubungan manusia dengan Tuhannya yang maha pengasih dan penyayang sehingga mampu menghormati segala kehidupan, dan belajar tentang nilai-nilai keikhlasan dalam hidup. Sikap preventif ini bisa dimulai dari skala kecil seperti dalam rumah tangga dan sekolah.


sebuah artikel yang
berasal dari kegundahan hati
2 september dinihari

Tidak ada komentar: