Senin, 04 Oktober 2010

Menghargai Perempuan

Wajahnya kusut dan bibir yang biasanya nampak penuh dan menarik, sore itu tertutup dan berkerut, kedua ujungnya seolah tertarik dengan paksa ke arah berlawanan. Aku tahu itu karena bibirnya adalah salah satu bagian menarik dari wajahnya yang selalu kuamati pertama kali setiap kami bertemu. Dan aku juga tahu bahwa itulah gambaran dari hatinya.

.. aku gak mau sholat di masjid itu lagi, rajuknya
.. kenapa? selidikku
.. waktu sembahyang Ied, yang sudah aku tunggu setahun sekali, perempuan di taruh di baris belakang hampir di luar masjid, tidak dialasi karpet seperti para lelaki, tapi tikar plastik yang kumuh, dan waktu gerimis datang, sebagian kami harus menghambur ke dalam karena kebasahan, jelasnya dengan berapi-api
.. kenapa perempuan diperlakukan seperti manusia kelas dua? lanjutnya, masih berapi-api

Aku tidak dapat segera menjawabnya, dan barangkali tidak berguna untuk temanku yang masih berapi hatinya ini.

.. coba jelaskan, apa bedanya lelaki dan perempuan di hadapan Allah? Hanya karena yang satu ber-penis dan yang lain ber-vagina? Hanya karena itukah kedua jenis manusia ini berbeda dihadapanNya? Apakah Allah memperlakukan manusia berbeda karena alat kelaminnya dan bukan batinnya? Demikian rendahkah Allah dalam memperlakukan ciptaanNya sendiri terutama bagi para perempuan? Betulkah perempuan harus menjadi manusia nomor dua karena kodratnya? Kalau begitu, dimana keadilan Allah?

Terus terang aku tidak mampu berkata selain diam dan mendengarkannya dengan baik.

.. aku betul2 tidak mau lagi ke masjid itu, bahkan aku tidak mau lagi sholat berjamaah dengan para lelaki sombong dan mau menang sendiri itu. Suaranya masih berapi dan bahkan terasa lebih panas dari sebelumnya.

Ada kekesalan dan kemarahan dalam suaranya. Dalam nada halus, ada kepedihan yang terdengar sayup dalam gelegak nada suaranya. Ada tangis dalam kemarahannya. Ada kekecewaan dalam protesnya. Ada ratapan dalam keberaniannya menentang aturan.

Aturan?

Siapakah yang mengeluarkan aturan itu?

Barangkali aturan itu dibuat berdasar kebiasaan sebuah masyarakat di sebuah negri yang membedakan peran dan tingkat sosial perempuan dalam masyarakat. Barangkali aturan itu dibuat berdasar ketakutan para lelaki akan kelebihan perempuan, baik itu kekuatan fisik, pandangan yang menyeluruh, kepekaan perasaan, kehalusan budi, sikap melindungi, hasrat memelihara, ataupun kehangatan jiwa.

.. pokoknya aku gak mau lagi sholat berjamaah dengan para lelaki yang merasa dirinya lebih tinggi daripada perempuan, yang menyimpan kemunafikan dalam kopiah mereka, dan membungkus ketakutan dalam baju koko mereka ..

Aku tidak dapat berkata lagi, karena sudah ada 'pokoknya'. Namun diam-diam aku sungguh menghargai perempuan ini, sepenuh hatiku.




menjelangtengahmalam
4oktober2010

Tidak ada komentar: