Minggu, 14 Maret 2010

Gajah Ungu

Malam sudah semakin larut, dan udara dingin Pangalengan semakin kuat menembus jaket blujin yang kukenakan, menggigit kulit dengan giginya yang dingin dan tajam. Kami berlima masih duduk santai dan ngobrol sambil sesekali tergelak bila ada yang lucu.

Pembicaraan yang semakin terbuka mengalirkan energi hangat sehingga mampu menghalau gigitan angin dingin dari luar. Memang malam itu sudah kami rencanakan untuk bertemu dan berbincang sekitar kehidupan, melalui sudut pandang yang agak berbeda dari kebanyakan pembicaraan orang dalam keseharian.

“.. peristiwa itu sudah empat tahun yang lalu, namun sampai sekarang masih saja menggumpal di dada saya ..” tutur seorang peserta ngobrol dengan senyum lebar di bibirnya. Senyuman yang mempunyai banyak arti. Aku masih menunggu cerita lanjutannya.

“.. enam bulan sekali dia datang hanya untuk beberapa hari, dan kemudian dia harus kembali ke Arab Saudi untuk melanjutkan pekerjaannya. Setiap enam bulan pula, dia menyuntikkan racun yang semakin banyak mengendap di hati saya ..” dia diam sejenak dan pandangannya jauh menerawang seolah ingin menggambarkan wajah istrinya yang membuatnya menjalani hidup dengan setengah “gila” seperti ungkapannya.

“.. bagaimana saya harus hidup dengan cara seperti ini? ..” dia melemparkan pertanyaan yang membuat peserta lain terdiam. “ .. saya tidak bisa menceraikan dia karena ibu saya menyayanginya, dan saya tidak mau menyakiti hati ibu ..” sebuah pengakuan yang sangat jujur sekaligus memberikan separuh jawaban terhadap pertanyaannya sendiri. Lama dia terdiam dan pandangannya masih terus menerawang jauh. “ .. saya ingin melupakannya, tapi ternyata betapa susahnya, setiap kali bayangannya semakin melekat di kepala dan kepergiannya semakin menusuk batin saya ..” tambahnya, dan kembali kesunyian malam menjadikan gemuruh suara sepeda motor yang lewat terdengar sangat jelas.

“ .. pernahkah mendengar cerita tentang gajah ungu? ..: suaraku menyela kesunyian. Ada beberapa yang menggelengkan kepala, dan sebagian berbisik, belum.

“ .. ada seseorang yang mempunyai bayangan dalam pikirannya, seekor gajah berwarna ungu .. sebuah bayangan yang aneh dan dia sebetulnya tidak mau mempunyai pikiran seperti itu. Dia berusaha menyingkirkan bayangan gajah ungu itu dari pikirannya. Namun semakin dia berusaha, semakin jelas gambaran gajah ungu tadi ..”

Kulihat teman-temanku masih menunggu kelanjutan ceritaku.

“ .. bahkan semakin kuat keinginannya untuk melupakan, semakin jelas nampak ekor gajah yang ungu, telinganya, kakinya bahkan kerut-kerut kulitnya yang ungu .. “

Teman2 mulai tersenyum, barangkali mereka sekarang melihat seekor gaJah ungu di pikirannya.

“ .. artinya, ibarat sebuah perang. Begitu kita ingin memerangi sebuah pikiran, maka pikiran itu menjadi lawan yang bersiap untuk bertahan. Semakin kuat kita memeranginya, semakin kuat pertahanannya, dan bahkan dia siap menyerang balik ..”

“ .. jadi bagaimana kita harus memperlakukan ingatan yang tidak kita kehendaki karena menjadi beban dalam hidup?” seorang teman mulai tidak sabar mencari jawabannya.

“ .. berdamailah dengan pikiran kita sendiri, sadari keberadaannya, namun setelah itu, biarkan dia pergi dengan sendirinya. Tidak perlu kita memberi energi kepadanya dengan cara menggenggamnya. Lepaskan, dan lepaskan dia dengan damai, dengan senyuman ..”

Pangalengan, tengah malam, 13 Maret 2010

Tidak ada komentar: