Kamis, 11 Maret 2010

Keterasingan dari kemanusiaan

Kemanusiaan merupakan kesejatian dari manusia. Jika kita memahami kesejatian manusia, maka disitulah kita menemukan kemanusiaan kita. Pemahaman seperti ini bisa diawali dengan banyak pertanyaan, misalnya: siapakah aku ini? Katakanlah namaku Agung. Lalu, siapakah Agung ini?

Agung adalah orang Jawa, ini hanya mengetengahkan suku asal kelahirannya,
Agung orangnya tinggi hitam, rambut keriting, ini menyampaikan kondisi fisiknya,
Agung itu orangnya pemarah, ini mungkin hanya temperamennya,
Agung itu pejabat eselon satu sebuah Departemen pusat, ini hanya jabatannya,
Agung itu duda beranak sembilan, istrinya kawin lagi, itu hanya status perkawinan,
Agung itu suka minum susu, itu hanya kegemarannya,
Agung itu orang yang soleh, rajin beribadah, sudah naik haji 7 kali ...
Agung itu ...

Apakah semua itu menceritakan kesejatian Agung? Apakah semua atribut tersebut membantu kita memahami siapa diri kita sesungguhnya? Tidak bukan?

Namun dalam kenyataannya, betapa seseorang menganggap atribut2 tadi sebagai dirinya. Sewaktu Agung menjadi orang soleh, rajin beribadah, naik haji 7 kali, maka Agung menganggap dirinya adalah haji super yang soleh dan rajin beribadah. Segala pikiran dan perilakunya disesuaikan dengan atribut tersebut. Topeng yang dikenakan sesuai dengan anggapannya itu, sehingga sewaktu bertemu dengan seseorang, dia akan berperilaku sebagai seorang haji super yang soleh dan rajin beribadah. Anggapan ini akan terus disandangnya, melekat pada dirinya dan bisa sepanjang hidupnya. Segala energi kehidupannya dikerahkan untuk menjaga citra (baca: topeng) yang selalu dipelihara dan dijaga agar tidak berubah.

Kondisi seperti ini bukan kondisi yang apa adanya, tapi sebuah kondisi yang diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Atribut adalah hasil reka pikiran untuk menentukan nilai yang melekat dalam diri kita sendiri. Nilai ini sangat relatif karena akan berbeda satu orang dengan lainnya. Sesuatu yang relatif sifatnya, bukanlah sebuah kesejatian. Bagaimana seharusnya? Awal pemahaman diri adalah melepaskan segala atribut tadi. Hanya dengan pemahaman yang jernih dan dalam, maka akan terkuak apa sebenarnya kesejatian diri ini.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah: seseorang harus melakukan sebuah perjalanan ke dalam diri, menguak dan membongkar semua atribut yang ada, dan memahami kelima agregat (panca skandhas) yang merupakan unsur2 kesejatian "diri" manusia. Kelima unsur yang disebut nama-rupa itu adalah: raga, persepsi, rasa, bangunan mental dan kesadaran.

Melalui pemahaman yang semakin dalam terhadap setiap agregat, kita akan menuju sebuah pemahaman tentang kekosongan ... yang bernama "diri" akan hilang, karena "diri"-pun merupakan sebuah gambaran yang tercipta oleh pikiran. Yang tertinggal hanyalah energi kasih yang tidak terbatas dan terkungkung dalam sebuah gambar imajiner tentang diri.



RS Mitra Internasional Jatinegara, 11 Maret 2010
menunggu anakku yang meringkuk kena DBD

Tidak ada komentar: